Welcome to my blog

Kamis, 26 Februari 2015

Perang widan

Perang Badar, Kisah Perang Para Malaikat Bulan Shafar, awal bulan ke 12 sejak Hijrahnya Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam ke Madinah. Untuk pertama kalinya, Rasulullah keluar untuk berperang dalam kancah perang Widan. Inilah permulaan di syariatkannya sebuah peperangan dalam Islam. Perang tersebut bertujuan memerangi kaum Quraisy dan Bani Hamzah yang memusuhi dakwah Nabi. Persiapan kaum muslimin sudah cukup matang, namun peperangan urung digelar. Bani Hamzah menawarkan perdamaian. Rasulullah dan para sahabat pun kembali ke Madinah. Selang beberapa saat kemudian, Rasulullah mendengar berita tentang kedatangan kaum Quraisy dibawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb, kafilah ini datang dari Syam menuju Makkah. Teringatlah kaum muslimin pada peristiwa beberapa saat sebelumnya. Ketika masih di Makkah, harta pengikut Rasulullah di rampas oleh orang-orang Quraisy. Itulah sebabnya Rasulullah segera meminta umat nya untuk mencegah iring-iringan kafilah tersebut. Barang bawaan mereka harus di rampas sebagai gantinya. Namun ajakan Rasulullah ini, masih di sambut dingin oleh sebagian kaum muslimin. Kebanyakan mereka berpikir, paling-paling akan bernasib seperti Perang Widan, alias peperangan tak bakal terjadi. Semangat Jihad Menyala Suatu malam di bulan Ramadhan, berangkatlah sekitar 314 umat Islam. Mereka mengendarai 70 ekor unta. Setiap unta ditunggangi secara bergantian oleh dua sampai tiga orang. Rasulullah langsung bertindak sebagai komandan perang.
Sayang, rencana penyergapan itu bocor. Telinga Abu Sufyan mendengarnya dan dia segera mengutus kurir bernama Dhamdham bin Amer Al-Ghiffari ke Makkah. Abu Sufyan meminta bantuan kaum Quraisy agar melindungi harta yang tengah di incar kaum muslimin. Pengaruh Abu Sufyan memang luar biasa. Seluruh kaum Quraisy serta merta berangkat ke Madinah, tak ada yang tertinggal. Tujuannya satu, yakni; perang. Jumlah konvoi pasukan itu sekitar 1000 personel. Iring-iringan kafilah Abu Sufyan sendiri justru meloloskan diri dengan menyusuri mata air Badar, terus ke pantai, lalu menuju Makkah. Berita itu terdengar sampai ke telinga Rasulullah. Jadi, rencana penghadangan tak jadi dilakukan. Rasulullah segera mengumpulkan para sahabatnya, kaum muhajirin. Dalam keadaan tak memiliki pilihan lain kecuali berperang untuk membela diri, Rasulullah masih sempat meminta dukungan kepada para sahabatnya.
Ternyata, meski jumlahnya sedikit, semangat kaum muhajirin untuk berjihad (berperang) menyala-nyala. Apalagi, perang memang sudah disyariatkan oleh Allah subhanahu wa Ta’ala melalui sabda Rasul -Nya. Sementara kaum Quraisy dibawah pimpinan Abu Jahal mulai berjalan kearah lembah Badar. Lembah ini memang sejak lama ingin di incar oleh Abu Jahal untuk diduduki. Sampailah mereka di salah satu sisi lembah. Di sisi yang berseberangan, Rasulullah tampak gagah memimpin pasukan siap tempur. Posisi mereka nyaris berhadap-hadapan di dekat mata air Badar. Salah seorang sahabat, Al-Habab bin Mundzir Radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, apakah dalam memilih tempat ini anda menerima wahyu dari Allah yang tidak dapat diubah lagi? Ataukah berdasarkan taktik peperangan?” , Rasulullah menjawab; “tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan taktik peperangan.” Al-Habab lalu mengusulkan, “Ya Rasulullah! Jika demikian, ini bukanlah tempat yang tepat. Ajaklah pasukan kita pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Kita membuat kubu pertahanan disana dan menggali sumur-sumur di belakangnya. Kita membuat kubangan dan kita isi dengan air hingga penuh. Dengan demikian kita akan berperang dalam keadaan persediaan air minum cukup, sedangkan musuh tidak akan memperoleh air minum.” Rasulullah menjawab, “pendapatmu cukup baik.” Pasukan muslimin segera bergerak ke tempat yang di usulkan oleh Al-Habab bin Mundzir.
Ketika tentara Quraisy dengan angkuhnya menuju lembah Badar, Rasulullah segera mengangkat tangannya ke langit dan berdoa, “Ya Rabbi, jika pasukan kecil ini sampai binasa, tidak akan ada lagi yang menyembah –Mu dengan hati yang Ikhlas.” Rasulullah terus memanjatkan doa dengan khusyuk seraya menengadahkan kedua telapak tangan ke langit. Abu Bakar Ash Shidiq ra yang melihat kesenduan di wajah Rasulullah berusaha menenangkan hati Rasulullah seraya berkata, “Ya Rasulullah, demi diriku yang berada di tangan –Nya, bergembiralah! Sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi janji yang telah diberikan kepadamu.” Janji Allah Tiga orang Quraisy maju ke lapangan terbuka, ruang yang memisahkan kaum muslimin dan kaum Quraisy. Inilah kebiasaan orang Arab saat pertempuran akan dimulai, duel satu lawan satu. Tiga sahabat Rasulullah, Hamzah, Ali Bin Abu Thalib, dengan pedang bercabang dua yang diberi nama Zulfikar, dan Abu Ubaidah, menerima tantangan itu. Pertarungan berlangsung seru. Alhamdulillah, Hamzah, Ali dan Abu Ubaidah memenangkan duel tersebut. Semangat kaum muslimin pun semakin membara. Sebaliknya, perasaan kaum Quraisy mulai digerogoti ketakutan. Pertarungan pun berubah menjadi pertarungan umum. Dan, apa yang terjadi? Janji Allah, seperti yang di ingatkan oleh Abu Bakar kepada Rasulullah, benar-benar terjadi.
“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala nya melihat (seakan-akan) kaum muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan –Nya siapa yang dikehendaki –Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang memiliki mata hati.” (QS. Ali Imran : 3)
“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu menjadi orang yang bersyukur, (ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin, “Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit) ? ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan) mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS. Ali Imran : 123-126)
Orang-orang Quraisy terpukul mundur. Mereka menderita kekalahan besar. Banyak dari pemimpin mereka yang tewas. Abu Jahal, salah satunya, jatuh sebagai korban kesombongannya yang tidak terkendali. Total ada 70 orang yang tewas dan 70 lainnya menjadi tawanan perang. Sedangkan dari pihak kaum muslimin ada 14 orang yang gugur sebagai Syuhada. Para tawanan diperlakukan secara baik oleh kaum muslimin. Kecuali dua orang, salah satunya bernama Nazr bin Harits – seperti tertulis dalam Al-Qur’an surat Al-Anfaal ayat 32. Keduanya di hukum mati karena kebencian nya yang sangat mendalam terhadap kaum muslimin. Atas perintah Rasulullah, para tawanan tak boleh disakiti. Bahkan, kaum muslimin membagi makanannya sendiri kepada para tawanan itu. Roti yang paling baik diberikan kepada kaum kafir, sedangkan kaum muslimin cukup hanya dengan menyantap buah kurma saja. Para tawanan naik kendaraan, sementara kaum muslimin hanya berjalan kaki. Mereka diperlakukan layaknya seorang raja.
(Agung Pribadi/Hidayatullah). Majalah Hidayatullah Edisi 03 / XVIII / Juli 2005 Jumadil Ula 1426 H,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar